Kamis, 10 Juni 2021

HARI PERTAMAKU MENJADI SANTRI

 


 

                Di pagi hari yang cerah ini. Aku memulai kehidupanku yang baru dan membuka lembaran baru. Burung-burung pun ikut berkicau meramaikan pagiku yang indah ini.

Tepat pada hari Minggu, 15 Juli 2018. Aku diantar oleh kedua orang tua dan keluargaku pergi menuju Pondok Pesantren Modern Bani Tamim. Sesampainya di sana. Aku berkeliling pondok dan melihat-lihat tempat yang belum aku lihat sebelumnya bersama saudaraku yang akan menjadi santri baru sama sepertiku. Agnia Sabilah namanya.

Ayah dan ibuku sedang menunggu antrian penerimaan santri baru. Nantinya aku akan mengetahui dimana kamarku dan juga kelasku. Saat itu aku mendapat nomor urut antrian 83. Sedangkan nomor urut yang disebutkan baru 64. Karena nomor antriannya masih begitu panjang akhirnya aku pun bermain-main dengan saudara -saudaraku yang ikut mengantarkanku ke Pondok Pesantren.

Tidak beberapa lama kemudian nomor urut antrianku dipanggil oleh seorang Ustadz.[1]

‘’Nomor urut 83 silahkan ke meja tata usaha.’’ Terdengar suara dari mic yang diucapkan oleh seorang Ustadz. Seketika itu pula aku bergegas membawa perlengkapanku yang sudah aku siapkan dari rumah.

Kemudian aku diarahkan untuk mengambil kasur dan juga buku paket pelajaran umum dan pondok. Setelah itu aku diantar menuju kamarku oleh kaka kelas 1 SMA. Aku merasa sangat senang sekali. Bahwa sebentar lagi aku akan menjadi seorang santri.

101. itulah nomor kamar yang akan aku tempati selama menjadi santri. Tapi itu tidak selamanya. Sebab kata kaka kelasku. Akan ada perpindahan kamar setiap 6 bulan sekali. Sesampainya aku di kamar. Aku pun diarahkan untuk memilih lemari yang akan aku pakai nantinya. Aku pun memilih lemari yang berdekatan dengan saudaraku Agnia Sabilah. Sepeninggal kaka kelasku tadi. Ayah, ibu dan keluargaku ikut masuk ke dalam kamarku. Membantuku merapihkan barang-barang serta pakaianku ke dalam lemari.

Beberapa menit kemudian, datang beberapa santri baru yang sama sepertiku dan  memasuki kamarku. Tak terasa kamarku mulai ramai dipenuhi santri baru yang akan menjadi teman sekamarku. Awalnya aku sempat berfikir.

‘’Bagaimana teman yang nanti akan aku dapatkan? semoga mereka teman-teman yang baik.’’ Ucapku dalam hati.

Kamarku kini sudah dipenuhi 14 orang santri baru dan 2 orang kaka kelas 1 dan 2 SMA yang akan membimbingku di kamar ini. Hani Salsabila dan Dwi Ayu Istiqomah namanya. Kami diajarkan untuk memanggilnya dengan sebutan Ukhti yang artinya saudari perempuan. Itu adalah bahasa arab yang aku tahu pertama kali di Pondok Pesantren. Ukhti Hani Salsabila adalah santriwati kelas 5 KMI atau setara dengan kelas 2 SMA. Sedangkan Ukhti Dwi Ayu Istiqomah kelas 4 KMI atau setara dengan kelas 1 SMA pada umumnya.

Ketika aku sedang merapihkan pakaian dan barang-barangku ke dalam lemari. Aku melihat santri baru seusiaku yang lemarinya tepat di samping lemari Agnia saudaraku. Dan sepertinya dia lebih dulu datang ke kamar.

“Kaya anak kecil, kayanya dia anak yang manja dan cengeng.’’ Batinku seraya memperhatikannya.

“Ada apa Li ?” Tanya Agnia heran melihat tatapanku.

“Eh, enggak sebenarnya….” Ucapku tiba-tiba terpotong karena kami dikejutkan oleh suara teriakan Ukhti Hani Salsabila yang mengingatkan kami untuk bersiap-siap pergi ke masjid. Sebab waktu dzuhur akan segera tiba. Aku bergegas memakai mukena bersama Agnia. Namun, sebelum kami berangkat. Aku mengajak anak tadi untuk pergi ke masjid bersama-sama.

“Nama kamu siapa ?” Tanyaku padanya.

‘’Eka Yulianti.” Jawabnya yang masih memainkan handphonenya sebab orang tuanya belum pulang.

“Eka, kita ke masjid bareng yuk.” Ajak Agnia sedikit ketakutan. Ternyata anak itu memang terlihat agak seram dengan tatapan matanya yang melotot ke arah kami dan gayanya yang agak sombong.

“Duluan saja.” Ucapnya tanpa melirik kami sama sekali.

“Baiklah, kami duluan yah, assalamualaikum.” Ucap kami berdua dengan rasa takut.

                Di masjid sudah ramai dipenuhi oleh santriwan dan santriwati dari kelas 1 sampai kelas 6. Kami para santriwati sholat berjamaah di lantai 2. Sedangkan para santriwan sholat berjamaah di lantai 1. Sekarang aku sudah resmi menjadi seorang santri. Rasanya senang dan bersyukur sekali bisa sholat berjamaah bersama-sama. Karena belum tentu aku di rumah bisa sholat berjamaah di masjid seperti ini.

Sambil menunggu adzan. Aku bercerita soal anak tadi. Namun, tiba-tiba seseorang datang ke arahku dan menggelar sajadahnya tepat di belakangku.

“Dia siapa yah? Kayanya aku kenal deh.” Batinku. Dengan keberanianku akhirnya aku bertanya kepadanya.

“Kamu Natasya yah?” Tanyaku.

“Iyah, kamu Lili yah?” Tanyanya balik. Jawabku mengiyakan. Dari sinilah kami mulai berteman. Natasya pun mengenalkan teman-temannya dan Agnia saudaraku pun berkenalan.

“Allahu akbar…. Allahu Akbar.” Lantunan adzan menghentikan perbincangan kami.

“Sudah, sudah adzan nanti lanjut lagi di kamar.” Tegur Ukhti bagian ibadah yang belum aku kenal namanya.

“Iyah Ukhti.” Jawab kami serempak.

                Selesai kami melaksanakan sholat dzuhur kami membaca Al-qur’an bersama-sama yang dipimpin oleh kaka santriwan kelas 6 dari mikrofon. Satu fakta yang baru aku tahu. Bahwa di pondok kami. Membaca Al-Qur’an setiap selesai sholat fardhu sudah menjadi rutinitas kami. Kecuali ada hari tertentu untuk masing-masing kelas yang sehabis sholat ashar kami mengaji Qiro’ah atau disebut juga mengaji Al-qur’an dengan nada atau lagam.

                Selepas mengaji, kami berduyun-duyun pulang ke asrama. Waktu dimana kami beristirahat dan makan siang. “Teng teng teng.” Dentuman suara bel yang dipukul oleh Ukhti yang bertugas mengambil makan siang. Tanda bahwa kami harus segera pergi ke tempat makan dan berbaris rapih agar bisa mendapatkan nasi.

“Ya Allah, antriannya panjang banget.” Keluhku dalam hati.

“Gak papa tenang aja pasti kebagian semua kok sabar yah.” Suara kaka kelas yang berusaha menenangkanku.

                Dengan rasa lapar yang menggebu-gebu aku berusaha sabar. Dan ketika aku melihat menu makan siang hari ini. Aku sedikit tercengang. “Hah, nasi sama sayur asem doang?” Ocehku.

“Di rumah lagi makan apa yah?” Lamunku.

“Lili lagi mikirin apa?” Tanya Agnia membuyarkan lamunanku.

“Eh enggak kok. Ohya kamu gak makan?” Tanyaku padanya.

“Makan kok. Oh iya tadi mamamu nitipin ayam goreng ke mamaku. Soalnya tadi kan gak sempet beliin jadi pas mamaku pulang nitipin ini deh buat kamu.” Terang Agnia.

“Alhamdulillah.” Jawabku.

“Hahaha tenang aja siang ini kita masih bisa makan ayam kok. Tapi gak tau deh nanti sore. Nikmati dan syukuri aja selagi kita masih bisa makan. Toh banyak dari kita yang untuk makan 3 kali sehari saja, sulitnya minta ampun.” Terang Agnia seraya mengingatkanku untuk terus bersyukur.

Akhirnya giliranku untuk mengambil makan siang. Kami memakannya dengan rasa nikmat. Alhamdulillah.

                Santri baru masih terus berdatangan. Kami para santri baru belum bersekolah dengan aktif. Pukul 13.30 siang para santri kelas 2 sampai kelas 6 pergi bersekolah hingga jam 14.50, karena ayah dan ibuku serta keluargaku sudah pulang sebelum dzuhur tadi. Akhirnya aku dan Agnia menunggu waktu ashar dengan beristirahat sebentar.

                Sesudah melaksanakan sholat ashar berjamaah di masjid. Aku dan Agnia bergegas untuk mandi sore. Ketika aku hendak keluar kamar dan menuju kamar mandi. Tiba-tiba Agnia memanggilku.

“Lili mau kemana?” Tanya Agnia.

“Mau mandi.” Jawabku

“Lili tungguin aku ya.” Perintahnya.

“Iya, cepetan ya. Nanti keburu antri.” Jawabku.

Kami pun berjalan bersama menuju kamar mandi.

“Gelap yah?” Tanya Agnia dengan ekspresi wajah yang ketakutan.

“Enggak kok. Kenapa? takut ya?” Jawabku sambil meledek.

“Enggak kok.” Sergah Agnia dengan wajah yang benar-benar takut.

Namun. Ketika aku baru saja membuka pintu kamar mandi dan melangkahkan kaki kiriku. Tiba-tiba Agnia memanggilku kembali.

“Lili.” Panggilnya.

“Iyah, kenapa?” tanyaku.

“Tungguin aku yah. Nanti kalo kamu udah selesai.” Pintanya.

“Iya, iyah.” Jawabku seraya melangkahkan kaki kiriku masuk ke dalam kamar mandi.

***

                10 menit lagi waktu adzan magrib akan berkumandang. Aku, Agnia dan seluruh santri sudah siap menuju masjid untuk melaksanakan sholat maghrib berjamaah. Ketika adzan telah dikumandangkan. Kami semua berdiri dan seraya menjawab adzan. Yang dilanjutkan dengan sholat sunah qobliyah. Kami melaksanakan sholat magrib dengan khusyu dan diiringi oleh lantunan merdu surat yang dibaca oleh imam.

                Tak lupa kami berdzikir bersama setelah sholat magrib dengan terus memanjatkan kalimat thoyibah dan meminta ampun kepada-Nya.  Sehabis maghrib seharusnya kami mengaji
Al-Qur’an berkelompok bersama guru kami masing-masing. Namun, karena ini adalah hari pertama anak santri baru masuk. Maka kami mendengarkan pengarahan serta nasihat dari Al-Ustadz Mukhtar Wahyudi S.E selaku Direktur Pondok. Keesokan harinya akan ada pemaparan panca jiwa dan moto pondok oleh Bapak Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ustadz Sandi Purnama S.Pd.I.

                Adzan isya pun berkumandang. Setelah melaksanakan sholat isya. Kami pun pulang menuju kamar masing-masing. Aku melipat mukena yang tadi aku kenakan. Dan “Teng teng teng”. “Ijtami’na fil maydan.”[2 Teriak seorang pengurus bagian keamanan yang aku pun belum mengenalinya.

“Ukhti Hani itu tadi artinya apa?” Tanyaku pada pembimbing kamarku.

“Oh itu. Artinya kumpul di lapangan. Ayo cepatlah!” Terangnya.

Dilapangan. Para pengurus memperkenalkan namanya masing-masing. Faktanya sekarang aku tahu bahwa setiap bagian ada kaka pengurusnya. Kata kaka kelasku. Pengurus yang paling ditakuti adalah bagian keamanan, kedua bagian bahasa dan terakhir bagian ibadah. Tapi menurutku jika kita tidak bermasalah. Kenapa harus takut. Yang terpenting adalah mengikuti peraturan dengan baik.

“Tek….” Seketika lampu asrama padam. Kami pun tak tahu penyebabnya. Akhirnya Ustadzah[3] menyuruh kami untuk ke kamar masing-masing. Kami bergegas ke kamar mandi untuk berwudhu sebelum tidur. Ketika aku hendak mengganti pakaian dengan keadaan yang gelap gulita hanya ada senter yang ditaruh di lapangan.

“Aww.” Gaduhku. Aku merasa ada yang melempar bantal ke arahku. Tapi aku tidak tahu sebab gelap sekali.

                Beberapa menit kemudian setelah kami semua berbaring di atas kasur kami masing -masing. Lampu pun akhirnya menyala. Ada beberapa dari kami yang sudah tidur dan ada pula yang belum. Termasuk aku dan teman di sampingku. Seketika itu pun aku bertanya kepada Fadila namanya.

“Tadi kamu yang lempar bantal ke aku ya.” Tanyaku.

“Bukan aku yang lempar.” Jawabnya yakin.

“Oh kirain kamu. Terus siapa yah?” Fikirku bingung.

                Namun, tiba-tiba ketika kami sedang bersenda gurau. Dan berkenalan satu sama lain.

“Jdug….” Suara dentuman kaki yang menendang lemari. Kami pun serempak menoleh ke arah sumber suara tersebut. Ternyata itu adalah suara kaki Eka yang menendang lemari. Padahal dia sudah tertidur pulas. Kami pun tertawa bersamaan.

“Hahahahahaha.”



[1] Panggilan untuk guru laki-laki

[2] Ayo kumpul di lapangan

[3] Panggilan untuk guru perempuan

Sabtu, 05 Juni 2021

JIHAD KEMBALI !


B ani Tamim - Sabtu, 05 Juni 2021. Jadwal kedatangan santri Pondok Pesantren Modern Bani Tamim, setelah satu bulan lamanya berlibur lebaran. Pukul 08.00 para Asatidz dan Ustadzah sudah siap menyambut kedatangan para santri. 

     Jadwal kedatangan santri dibagi menjadi dua sesi. Untuk hari ini kedatangan santri tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas 4,5 dan 6 KMI yang dilanjut keesokan harinya. Oleh santri tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelaa 1,2 dan 3 KMI. Kedatangan santri berjalan dengan lancar. Semua tetap mematuhi protokol kesehatan.

Rabu, 08 April 2020

BERAWAL DARI KEINGINAN SEDERHANA SANG ANAK YANG INGIN MEMILIKI PESANTREN ; SEJARAH PONDOK PESANTREN MODERN BANI TAMIM



    Kuliatul Muallimien al-Islamiyah ( KMI ) Pondok Pesantren Modern Bani Tamim tidak berdiri langsung dengan kemegahan dan fasilitas serta system pesantren yang kita saksikan pada hari ini. Bani Tamim tumbuh dan berkembang ditengah berbagai permasalahan, gelombang ujian dan ketidak teraturan serta ketidak pastian arah pendidikan yang seharusnya, namun itu semua sama sekali tidak menjadi penghalang justru malah menjadi motivasi bagi pendiri pondok dan dengan usaha serta perjuangan yang tidak kenal lelah, perjuangan yang didasarkan atas niat ibadah untuk mencerdaskan kehidupan manusia, manusia yang memiliki kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Pondok pesantren modern Bani Tamim didirikan pada tanggal 27 Agustus 2011 M oleh K.H. Muhammad Tajuddin Ar-roji Ata Tamim, S.Pd yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Pabelan Muntilan Magelang Jawa Tengah. atas permintaan putra sulungnya Sandi Purnama yang ketika itu masih mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Daar el-Qolam Jayanti, Tangerang, yang ingin melihat ayahnya kelak selalu di do’akan oleh santri-santrinya dan bisa menjadi ladang ibadah bagi ayahnya kelak serta atas dukungan dan restu dari seluruh keluarga besarnya. Terutama ayahanda tercinta  H. Ata Tamim dan ibunda tercinta Hj. Rosyadah serta Istri tercinta Hj. Rani Hendrani. Dengan niat dan kesungguhan yang kuat K.H. Muhammad Tajuddin Ar-roji Ata Tamim bertekad mengabulkan permintaan dan keinginan putra sulungnya tersebut dengan memulai pembangunan fisik Pondok Pesantren Modern Bani Tamim pada tahun 2006. Dengan niat dan kesungguhan yang kuat itulah akhirnya Pondok Pesantren Modern Bani Tamim  dapat dibangun. Yang pada tahun 2011 baru dimulai proses pendidikan dan pengajarannya secara formal.walaupun dengan berbagai macam masalah dan ujian yang dihadapi.
 
    KH. Muhammad Tajuddin Ar-roji Ata Tamim berkeinginan kuat untuk memiliki  lembaga pendidikan tingkat menengah dipesantren yang didirikannya  agar kelak para alumnusnya dapat melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi. Untuk itu, beliau berusaha sekuat tenaga dan meminta bantuan serta saran dari orang-orang yang dianggap mampu dan kompeten dalam mengurus dan menjalankan lembaga pendidkan yang didirikannya. Diantaranya Sahabat dari ayahanda beliau KH. Romli, dari pihak keluarga dan termasuk beberapa sahabat beliau yang dulu pernah mengenyam pendidkan dipondok pesantren almamaternya, diantaranya; Al-ustadz. Sarbini dan beberapa asatidz dari Pondok Pesantren La Tansa yang ketika itu menjadi guru dari putra beliau ketika masih mengenyam pendidikan dipesantren.Yang pada awalnya Pondok Pesantren ini diberi nama Daarul Kutub, tetapi sebelum nama Daarul Kutub diresmikan untuk menjadi nama dari Pesantrenya, Selepas isya’ hingga menjelang subuh ditengah hujan yang deras dan diikuti oleh suara petir yang menggelegar serta dinginnya suasana malam, beliau mengadakan musyawarah dengan beberapa sahabat beliau untuk merumuskan seluruh persiapan dan memastikan kembali nama yang tepat untuk pesantrennya. Maka akhirnya tercetuslah sebuah nama untuk pesantren yang beliau dirikan yaitu Pondok Pesantren Modern Bani Tamim, yang diambil dari nama ayahanda tercinta H. Atta Tamim seorang ayah yang luar biasa bagi anak-anaknya dan salah satu tokoh masyarakat yang sangat disegani oleh masyarakatnya. Dan secra terminilogi Tamim memiliki makna sempurna, dengan harapan keberadaan pondok pesantren Bani Tamim mampu menciptakan generasi-generasi yang sempurna baik ilmu maupun akhlaknya. 
 
    Sejarah awal Bani Tamim  adalah kisah tentang niat sederhana seorang anak yang dilandasi oleh niat ibadah kepada Allah. Yang akhirnya diwujudkan oleh  KH. Muhammad Tajuddin Ar-roji Ata Tamim melalui sebidang tanah yang kurang lebih memiliki luas 15 hektar, mulailah dibangun sebuah lembaga pendidikan sebagai cikal bakal dan lahirnya Pondok Pesantren Modern Bani Tamim. Berbekal tanah dan bangunan tersebut KH. Muhammad Tajuddin Ar-roji Ata Tamim mulai merintis cita-cita dan keinginan putra sulungnya tersebut tentang sebuah lembaga pendidikan isalm modern untuk turut serta memajukan anak bangsa. 120 murid yang datang untuk belajar pada awal dibukanya pesantren , dari kalangan karib kerabat serta masyarakat sekitar pasar kemis yang menjadi generasi awal santri dilembaga pendidikan ini dengan segala keterbatasan dan kekurangannya.
 
    Seiring dengan berjalannya waktu, jumlah santri yang mengenyam pendidikan di Bani Tamim terus bertambah dari tahun ke tahun. Ini semua adalah buah dari niat yang kuat, dedikasi yang panjang, sikap istiqomah dan keikhlasan untuk mengasah generasi muda muslim dengan kualitas pendidikan dan pengajaran yang baik. Selama lebih kurang 8 tahun pengabdiannya KH. Muhammad Tajuddin Ar-roji Ata Tamim, Al-Ustadz. Sandi Purnama dan seluruh asatidz dan ustadzah yang juga ikut berperan aktif telah membawa Bani Tamim menjadi salah satu pesantren yang mendapat kepercayaan masyarakat luas untuk mendidik dan mengajarkan ilmu pengetahuan yang dilandaskan ibadah kepada Allah SWT, setelah putra sulungnya menyelesaikan pendidikan di Universitas Islam Indonesia ( UII ) Yogyakarta pada tahun 2016, estafet kepemimpinan Bani Tamim dipercayakan kepada putra sulungnya Al-ustadz. Sandi Purnama, S.Pd.I dibantu dengan beberapa asatidz dan ustadzah.
 
    Dalam rangka melaksanakan amanat sekaligus untuk terus meningkatkan kualitas pendidikan, maka Pondok Pesantren Modern Bani Tamim terus berupaya sekuat tenaga agar dapat terus menjadi lembaga pendidikan yang dapat melahirkan kader-kader umat yang tangguh, yang dapat menegakan kalimatillah dimuka bumi ini. oleh karena itu Pondok Pesantren Modern Bani Tamim tidak pernah berhenti untuk terus meningkatkan kapasitas institusional baik dari mutu, sarana dan prasarana pendidikan agar terus meningkat secara pesat. Yang pada akhirnya  Bani Tamim bisa menjelma menjadi sebuah lembaga pendidikan islam yang modern dengan format pesantren besar  dengan karakteristik pesantren yang berdiri di atas dan untuk semua golongan.
 
    Bani Tamim harus terus berpacu dalam rangka mengusung visi dan misi pesantren yang tertuang dalam panca jiwa dan motto pondok untuk mendidik santri-santrinya agar memiliki jiwa ikhlas, sederhana, berdikari, ukhuwah islamyah dan kebebasan serta menanamkan empat karakter utama yakni; berbudi luhur, berbadan sehat, berpengetahuan luas dan berpikiran bebas. Lima jiwa dan empat motto itu menjadi landasan dan falsafah pada setiap kegiatan santri yang dituangkan dalam bentuk disiplin hidup, disiplin beribadah, disiplin berbahasa Arab dan Inggris, kepemimpinan serta keseimbangan wawasan duniawi dan ukhrowi juga mengajarkan nilai-nilai islam yang santun, moderat, toleran dan inklusif. Sebagai upaya untuk merespon dinamika pendidikan yang terus berubah dan berkembang, maka Bani Tamim tidak boleh berhenti berbenah. Dalam rangka penguatan kompetensi pada ilmu alam ( Ulum Kauniyah ) dan ilmu sosial ( Ulum Ijtimaiyah ) yang menginduk kepada kurikulum kementrian pendidikan dan kebudayaan dengan masa belajar 6 tahun. yang tetap berpijak pada prinsif “ al-Muhafadzah ala al-qodim al-shalih wa al-akhdz bi al-jadid al-aslah “ ( Menjaga nilai – nilai lama yang masih baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik ). Bani Tamim terus berupaya membangun system yang kuat, system yang responsif terhadap dinamika dan perkembangan isu-isu pendidikan. “ Karena Bani Tamim harus bisa menjadi pesantren yang dapat melahirkan kader-kader umat dimasa yang akan datang dan Bani Tamim harus besar dan maju dengan system yang ada didalamnya “.
 

LOGO PONPES MODERN BANI TAMIM