Pondok Pesantren Modern Bani Tamim
Selamat Datang di Pondok Pesantren Modern Bani Tamim
Rabu, 25 Agustus 2021
Jumat, 09 Juli 2021
Kamis, 10 Juni 2021
HARI PERTAMAKU MENJADI SANTRI
Di
pagi hari yang cerah ini. Aku memulai kehidupanku yang baru dan membuka
lembaran baru. Burung-burung pun ikut berkicau meramaikan pagiku yang indah
ini.
Tepat pada hari Minggu, 15 Juli 2018. Aku diantar oleh
kedua orang tua dan keluargaku pergi menuju Pondok Pesantren Modern Bani Tamim.
Sesampainya di sana. Aku berkeliling pondok dan melihat-lihat tempat yang belum
aku lihat sebelumnya bersama saudaraku yang akan menjadi santri baru sama
sepertiku. Agnia Sabilah namanya.
Ayah dan ibuku sedang menunggu antrian penerimaan
santri baru. Nantinya aku akan mengetahui dimana kamarku dan juga kelasku. Saat
itu aku mendapat nomor urut antrian 83. Sedangkan nomor urut yang disebutkan
baru 64. Karena nomor antriannya masih begitu panjang akhirnya aku pun bermain-main
dengan saudara -saudaraku yang ikut mengantarkanku ke Pondok Pesantren.
Tidak beberapa lama kemudian nomor urut antrianku
dipanggil oleh seorang Ustadz.[1]
‘’Nomor urut 83 silahkan ke meja tata usaha.’’
Terdengar suara dari mic yang diucapkan oleh seorang Ustadz. Seketika itu pula
aku bergegas membawa perlengkapanku yang sudah aku siapkan dari rumah.
Kemudian aku diarahkan untuk mengambil kasur dan juga
buku paket pelajaran umum dan pondok. Setelah itu aku diantar menuju kamarku
oleh kaka kelas 1 SMA. Aku merasa sangat senang sekali. Bahwa sebentar lagi aku
akan menjadi seorang santri.
101. itulah nomor kamar yang akan aku tempati selama
menjadi santri. Tapi itu tidak selamanya. Sebab kata kaka kelasku. Akan ada
perpindahan kamar setiap 6 bulan sekali. Sesampainya aku di kamar. Aku pun
diarahkan untuk memilih lemari yang akan aku pakai nantinya. Aku pun memilih
lemari yang berdekatan dengan saudaraku Agnia Sabilah. Sepeninggal kaka kelasku
tadi. Ayah, ibu dan keluargaku ikut masuk ke dalam kamarku. Membantuku
merapihkan barang-barang serta pakaianku ke dalam lemari.
Beberapa menit kemudian, datang beberapa santri baru
yang sama sepertiku dan memasuki kamarku.
Tak terasa kamarku mulai ramai dipenuhi santri baru yang akan menjadi teman
sekamarku. Awalnya aku sempat berfikir.
‘’Bagaimana teman yang nanti akan aku dapatkan? semoga
mereka teman-teman yang baik.’’ Ucapku dalam hati.
Kamarku kini sudah dipenuhi 14 orang santri baru dan 2
orang kaka kelas 1 dan 2 SMA yang akan membimbingku di kamar ini. Hani Salsabila
dan Dwi Ayu Istiqomah namanya. Kami diajarkan untuk memanggilnya dengan sebutan
Ukhti yang artinya saudari perempuan. Itu adalah bahasa arab yang aku tahu
pertama kali di Pondok Pesantren. Ukhti Hani Salsabila adalah santriwati kelas
5 KMI atau setara dengan kelas 2 SMA. Sedangkan Ukhti Dwi Ayu Istiqomah kelas 4
KMI atau setara dengan kelas 1 SMA pada umumnya.
Ketika aku sedang merapihkan pakaian dan barang-barangku
ke dalam lemari. Aku melihat santri baru seusiaku yang lemarinya tepat di
samping lemari Agnia saudaraku. Dan sepertinya dia lebih dulu datang ke kamar.
“Kaya anak kecil, kayanya dia anak yang manja dan
cengeng.’’ Batinku seraya memperhatikannya.
“Ada apa Li ?” Tanya Agnia heran melihat tatapanku.
“Eh, enggak sebenarnya….” Ucapku tiba-tiba terpotong karena
kami dikejutkan oleh suara teriakan Ukhti Hani Salsabila yang mengingatkan kami
untuk bersiap-siap pergi ke masjid. Sebab waktu dzuhur akan segera tiba. Aku bergegas
memakai mukena bersama Agnia. Namun, sebelum kami berangkat. Aku mengajak anak
tadi untuk pergi ke masjid bersama-sama.
“Nama kamu siapa ?” Tanyaku padanya.
‘’Eka Yulianti.” Jawabnya yang masih memainkan
handphonenya sebab orang tuanya belum pulang.
“Eka, kita ke masjid bareng yuk.” Ajak Agnia sedikit
ketakutan. Ternyata anak itu memang terlihat agak seram dengan tatapan matanya
yang melotot ke arah kami dan gayanya yang agak sombong.
“Duluan saja.” Ucapnya tanpa melirik kami sama sekali.
“Baiklah, kami duluan yah, assalamualaikum.” Ucap kami
berdua dengan rasa takut.
Di
masjid sudah ramai dipenuhi oleh santriwan dan santriwati dari kelas 1 sampai
kelas 6. Kami para santriwati sholat berjamaah di lantai 2. Sedangkan para santriwan
sholat berjamaah di lantai 1. Sekarang aku sudah resmi menjadi seorang santri.
Rasanya senang dan bersyukur sekali bisa sholat berjamaah bersama-sama. Karena
belum tentu aku di rumah bisa sholat berjamaah di masjid seperti ini.
Sambil menunggu adzan. Aku bercerita soal anak tadi.
Namun, tiba-tiba seseorang datang ke arahku dan menggelar sajadahnya tepat di belakangku.
“Dia siapa yah? Kayanya aku kenal deh.” Batinku. Dengan
keberanianku akhirnya aku bertanya kepadanya.
“Kamu Natasya yah?” Tanyaku.
“Iyah, kamu Lili yah?” Tanyanya balik. Jawabku
mengiyakan. Dari sinilah kami mulai berteman. Natasya pun mengenalkan teman-temannya
dan Agnia saudaraku pun berkenalan.
“Allahu akbar…. Allahu Akbar.” Lantunan adzan menghentikan
perbincangan kami.
“Sudah, sudah adzan nanti lanjut lagi di kamar.” Tegur
Ukhti bagian ibadah yang belum aku kenal namanya.
“Iyah Ukhti.” Jawab kami serempak.
Selesai
kami melaksanakan sholat dzuhur kami membaca Al-qur’an bersama-sama yang
dipimpin oleh kaka santriwan kelas 6 dari mikrofon. Satu fakta yang baru aku
tahu. Bahwa di pondok kami. Membaca Al-Qur’an setiap selesai sholat fardhu
sudah menjadi rutinitas kami. Kecuali ada hari tertentu untuk masing-masing
kelas yang sehabis sholat ashar kami mengaji Qiro’ah atau disebut juga mengaji
Al-qur’an dengan nada atau lagam.
Selepas
mengaji, kami berduyun-duyun pulang ke asrama. Waktu dimana kami beristirahat
dan makan siang. “Teng teng teng.” Dentuman suara bel yang dipukul oleh Ukhti
yang bertugas mengambil makan siang. Tanda bahwa kami harus segera pergi ke tempat
makan dan berbaris rapih agar bisa mendapatkan nasi.
“Ya Allah, antriannya panjang banget.” Keluhku dalam
hati.
“Gak papa tenang aja pasti kebagian semua kok sabar
yah.” Suara kaka kelas yang berusaha menenangkanku.
Dengan
rasa lapar yang menggebu-gebu aku berusaha sabar. Dan ketika aku melihat menu
makan siang hari ini. Aku sedikit tercengang. “Hah, nasi sama sayur asem doang?”
Ocehku.
“Di rumah lagi makan apa yah?” Lamunku.
“Lili lagi mikirin apa?” Tanya Agnia membuyarkan
lamunanku.
“Eh enggak kok. Ohya kamu gak makan?” Tanyaku padanya.
“Makan kok. Oh iya tadi mamamu nitipin ayam goreng ke
mamaku. Soalnya tadi kan gak sempet beliin jadi pas mamaku pulang nitipin ini
deh buat kamu.” Terang Agnia.
“Alhamdulillah.” Jawabku.
“Hahaha tenang aja siang ini kita masih bisa makan
ayam kok. Tapi gak tau deh nanti sore. Nikmati dan syukuri aja selagi kita
masih bisa makan. Toh banyak dari kita yang untuk makan 3 kali sehari saja,
sulitnya minta ampun.” Terang Agnia seraya mengingatkanku untuk terus
bersyukur.
Akhirnya giliranku untuk mengambil makan siang. Kami
memakannya dengan rasa nikmat. Alhamdulillah.
Santri baru masih terus berdatangan. Kami para santri
baru belum bersekolah dengan aktif. Pukul 13.30 siang para santri kelas 2
sampai kelas 6 pergi bersekolah hingga jam 14.50, karena ayah dan ibuku serta
keluargaku sudah pulang sebelum dzuhur tadi. Akhirnya aku dan Agnia menunggu
waktu ashar dengan beristirahat sebentar.
Sesudah
melaksanakan sholat ashar berjamaah di masjid. Aku dan Agnia bergegas untuk
mandi sore. Ketika aku hendak keluar kamar dan menuju kamar mandi. Tiba-tiba Agnia
memanggilku.
“Lili mau kemana?” Tanya Agnia.
“Mau mandi.” Jawabku
“Lili tungguin aku ya.” Perintahnya.
“Iya, cepetan ya. Nanti keburu antri.” Jawabku.
Kami pun berjalan bersama menuju kamar mandi.
“Gelap yah?” Tanya Agnia dengan ekspresi wajah yang
ketakutan.
“Enggak kok. Kenapa? takut ya?” Jawabku sambil
meledek.
“Enggak kok.” Sergah Agnia dengan wajah yang benar-benar
takut.
Namun. Ketika aku baru saja membuka pintu kamar mandi
dan melangkahkan kaki kiriku. Tiba-tiba Agnia memanggilku kembali.
“Lili.” Panggilnya.
“Iyah, kenapa?” tanyaku.
“Tungguin aku yah. Nanti kalo kamu udah selesai.”
Pintanya.
“Iya, iyah.” Jawabku seraya melangkahkan kaki kiriku
masuk ke dalam kamar mandi.
***
10
menit lagi waktu adzan magrib akan berkumandang. Aku, Agnia dan seluruh santri
sudah siap menuju masjid untuk melaksanakan sholat maghrib berjamaah. Ketika
adzan telah dikumandangkan. Kami semua berdiri dan seraya menjawab adzan. Yang
dilanjutkan dengan sholat sunah qobliyah. Kami melaksanakan sholat magrib
dengan khusyu dan diiringi oleh lantunan merdu surat yang dibaca oleh imam.
Tak
lupa kami berdzikir bersama setelah sholat magrib dengan terus memanjatkan
kalimat thoyibah dan meminta ampun kepada-Nya.
Sehabis maghrib seharusnya kami mengaji
Al-Qur’an berkelompok bersama guru kami masing-masing. Namun, karena ini adalah
hari pertama anak santri baru masuk. Maka kami mendengarkan pengarahan serta
nasihat dari Al-Ustadz Mukhtar Wahyudi S.E selaku Direktur Pondok. Keesokan
harinya akan ada pemaparan panca jiwa dan moto pondok oleh Bapak Pimpinan
Pondok Pesantren Al-Ustadz Sandi Purnama S.Pd.I.
Adzan
isya pun berkumandang. Setelah melaksanakan sholat isya. Kami pun pulang menuju
kamar masing-masing. Aku melipat mukena yang tadi aku kenakan. Dan “Teng teng teng”.
“Ijtami’na fil maydan.”[2 Teriak seorang pengurus bagian keamanan yang aku pun belum mengenalinya.
“Ukhti Hani itu tadi artinya apa?” Tanyaku pada
pembimbing kamarku.
“Oh itu. Artinya kumpul di lapangan. Ayo cepatlah!”
Terangnya.
Dilapangan. Para pengurus memperkenalkan namanya
masing-masing. Faktanya sekarang aku tahu bahwa setiap bagian ada kaka
pengurusnya. Kata kaka kelasku. Pengurus yang paling ditakuti adalah bagian
keamanan, kedua bagian bahasa dan terakhir bagian ibadah. Tapi menurutku jika
kita tidak bermasalah. Kenapa harus takut. Yang terpenting adalah mengikuti
peraturan dengan baik.
“Tek….” Seketika lampu asrama padam. Kami pun tak tahu
penyebabnya. Akhirnya Ustadzah[3]
menyuruh kami untuk ke kamar masing-masing. Kami bergegas ke kamar mandi untuk
berwudhu sebelum tidur. Ketika aku hendak mengganti pakaian dengan keadaan yang
gelap gulita hanya ada senter yang ditaruh di lapangan.
“Aww.” Gaduhku. Aku merasa ada yang melempar bantal ke
arahku. Tapi aku tidak tahu sebab gelap sekali.
Beberapa
menit kemudian setelah kami semua berbaring di atas kasur kami masing -masing.
Lampu pun akhirnya menyala. Ada beberapa dari kami yang sudah tidur dan ada
pula yang belum. Termasuk aku dan teman di sampingku. Seketika itu pun aku bertanya
kepada Fadila namanya.
“Tadi kamu yang lempar bantal ke aku ya.” Tanyaku.
“Bukan aku yang lempar.” Jawabnya yakin.
“Oh kirain kamu. Terus siapa yah?” Fikirku bingung.
Namun,
tiba-tiba ketika kami sedang bersenda gurau. Dan berkenalan satu sama lain.
“Jdug….” Suara dentuman kaki yang menendang lemari.
Kami pun serempak menoleh ke arah sumber suara tersebut. Ternyata itu adalah
suara kaki Eka yang menendang lemari. Padahal dia sudah tertidur pulas. Kami
pun tertawa bersamaan.
“Hahahahahaha.”
Sabtu, 05 Juni 2021
JIHAD KEMBALI !
B ani Tamim - Sabtu, 05 Juni 2021. Jadwal kedatangan santri Pondok Pesantren Modern Bani Tamim, setelah satu bulan lamanya berlibur lebaran. Pukul 08.00 para Asatidz dan Ustadzah sudah siap menyambut kedatangan para santri.
Jadwal kedatangan santri dibagi menjadi dua sesi. Untuk hari ini kedatangan santri tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas 4,5 dan 6 KMI yang dilanjut keesokan harinya. Oleh santri tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelaa 1,2 dan 3 KMI. Kedatangan santri berjalan dengan lancar. Semua tetap mematuhi protokol kesehatan.
Rabu, 08 April 2020
BERAWAL DARI KEINGINAN SEDERHANA SANG ANAK YANG INGIN MEMILIKI PESANTREN ; SEJARAH PONDOK PESANTREN MODERN BANI TAMIM
LOGO PONPES MODERN BANI TAMIM
-
Kuliatul Muallimien al-Islamiyah ( KMI ) Pondok Pesantren Modern Bani Tamim tidak berdiri langsung dengan kemegahan dan fasilitas serta...